Jika tidak sedang menonton, anda pasti sedang ditonton. Sebab drama adalah anda, saya dan secuil ruang dunia yang sedang kita bagi ini....
02 November 2017

JULIA Mencari tuhan | Pergulatan batin yang belum selesai.

Begitu kurang/lebih kesan semampir di benak saya sesaat setelah membaca novel karya Atika C. Larasati ini. Menceritakan pergolakan pemikiran spiritual seorang wanita bernama Julia dalam mencari eksistensi Tuhan sejak dalam kandungan hingga dewasa, menurut saya novel ini apik dari sisi cara bertutur, lugas meski terkesan berhati-hati dan seringkali saya temui ada kegamangan, berusaha jujur untuk menghindari keberpihakan, dan yang menarik, ada keabsurdan ide yang cukup jeli ketika dengan gaya ‘akuan’ penulis berani memaparkan dengan gamblang pengaruh situasi luar terhadap dirinya bahkan saat ia masih berupa janin dalam alam kandungan.

Terlahir dari orang tua berbeda keyakinan, memaksa Julia kecil berada pada posisi rumit dalam mengakomodir pemahaman spiritual yang seringkali terkonfrontasi. Apalagi perdebatan dan pertengkaran kedua orang tuanya tentang masalah keyakinan ini terus berlangsung dari waktu ke waktu. Pertanyaan demi pertanyaan, protes demi protes seputar ketuhanan tercerabut keluar dengan sendirinya dari kepala gadis kecil Julia yang barangkali secara volume otak belum saatnya menghadapi situasi tersebut.

Hingga secara psikologis, pergolakan pemikiran yang belum selesai di masa kecil itu membentuk pribadi Julia dewasa yang menurut saya masuk dalam kategori ‘skeptic’. Sepertinya ia masih saja belum mampu yakin meski pencarian dan perburuan panjang ia telusuri. Mulai dari filosofi secangkir espresso favorit hingga kehidupan romansa dalam cara-cara penilaian subjektifnya terhadap relijiusitas lawan jenis yang menawan perhatiannya.

Sebenarnya ini adalah problem klasik di negara dengan heteroginitas agama seperti di Indonesia. Tiba-tiba saya jadi merasa, bukan sepenuhnya eksistensi Tuhan yang sedang diburu oleh Julia.  Buktinya ia sempat berfikir bahwa ia tetap berdoa dalam diam dan begitu yakin doa itu didengarNya, meski ia sedang berdiri di persimpangan antara keyakinan Ayah ataukah Ibunya.

Sejatinya yang sedang diburu Julia juga korban-korban lain yang senasib dengannya adalah metode, sabiil, the way, atau jalan yang benar menuju Tuhan, bukan Tuhan itu sendiri. Metode itulah yang biasa diperdebatkan sebagai “kebenaran”. Seringkali keterpurukan batin menjadi modal awal mempertanyakan keadilan dan kasih sayang Tuhan. Padahal keadilan dan kasih Tuhan sudah lebih dulu kita terima bahkan sejak dalam kandungan secara sistematis sebelum keterpurukan itu sendiri. Sistem metabolisme kandungan ibu yang memanjajan janin, oksigen gratis yang terhirup, grafitasi dan tak terhitung lagi banyaknya kasih dan keadilan itu akan begitu saja terlupakan saat kita mempertanyakannya dalam kondisi psikologi dan logika yang sedang lemah tertutup ego.

Saya pribadi memahami metode itu sebagai ‘wahyu’ yang harus dipahami sebagai rentetan sejarah panjang yang logis ketika diterima akal dan hati. Artinya untuk sementara saya harus mengabaikan moral oknum manusia untuk bisa fokus pada ajaran kebenaran itu sendiri dalam rangka mencapai jalan Tuhan. Bukankah tanpa agama bahkan tanpa tuhan sekalipun moral kita tetap akan dikategorikan sebagai tercela jika seenaknya meludahi orang lain? Sebaliknya, sedikit simpati menolong kaum lemah adalah tetap disebut kebaikan meskipun di bumi yang tak kenal agama. Artinya, agar tidak distract, fokus kepada ajaran kebenaran, abaikan sementara perilaku amoral sedikit pemeluknya jika ada, akan membuka jalan logika simetris dengan kebenaran itu sendiri.

Anyway, Pergolakan batin karakter bernama Julia dalam novel ini menarik untuk disimak sebagai bahan pemikiran dan diskusi dalam proses kita bergumul dalam heteroginitas agama di Negara besar ini. Namun demikian tetap kedepankan prinsip “tak ada paksaan dalam beragama”. Pihak manapun yang memaksakan keyakinan, pasti akan menemui perlawanan. Sebab dalam keyakinan aqidah tidak ada jalan tengah. Jika meyakini hitam, otomatis menolak yang putih dan sebaliknya.

Selamat membaca, selamat mengeksplorasi pertanyaan-pertanyaan kritis Julia dalam novel setebal 160 halaman ini…
Read more ...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

AddThis

follow