Jika tidak sedang menonton, anda pasti sedang ditonton. Sebab drama adalah anda, saya dan secuil ruang dunia yang sedang kita bagi ini....
24 Juni 2021

Anak Gembala | Pejuang Tanpa Kilauan Lampu Sorot


Bisa dibilang, saya ini penggemar berat bacaan sejarah dan biografi sejak remaja. Karena itu beberapa tahun lalu sempat terfikir di kepala sebuah tesis, bahwa tiap kali membaca sejarah perjuangan kemerdekaan di Indonesia, di pulau manapun; Jawa, Sumatra, Sulawesi, Kalimantan hingga Maluku dan bagian Indonesia Timur lainnya, saya selalu menemukan dua pattern yang sama, yaitu
Sosok berkarakter dan Islam.

Silahkan cermati setiap detil perjalanan sejarah gugusan kepulauan besar ini. Di mana ada lubang yang tidak semestinya dalam tatanan puzzle etika kehidupan sosial seperti kemiskinan, ketidakadilan, kesewenangan, penjajahan, kebodohan hingga kesesatan berfikir, tunggu saja saatnya, akan muncul sosok berkarakter entah dari mana, datang mengibarkan bendera Islam, berjuang dengan keikhlasan level bintang lima. Ia berdiri di depan mengorbankan apa saja yang dipunyainya untuk menggerakkan hampir seluruh elemen sosial, mulai dari pendidikan sederhana lesehan beralas tanah sampai berjuang mengangkat senjata.

Dan buku ini, Anak Gembala, sekali lagi meyakinkan tesis saya tentang pattern tersebut. Setelah sekian puluh tahun kisah seorang anak yatim piatu bernama Abu Bakar Jamil ini berjuang demi diri, keluarga, lingkungan dan bangsanya di tengah dusun yang terselip di antara hutan belantara Bengkulu, hari ini baru akan terkuak untuk menginspirasi banyak orang. Tak ada spotlight yang menyorot perjuangannya saat itu. Jangankan Jakarta, mungkin penduduk kota Bengkulu sendiri pun barangkali banyak yang tidak mengetahui bahwa di wilayah mereka ada kilatan-kilatan pemikiran seorang anak gembala yang begitu berkarakter memperjuangkan masa depan keluarga, lingkungan dan bangsanya.

Bagi mereka yang masih sesat meyakini bahwa kebesaran seseorang identik dengan popularitasnya, biarlah mereka berkumpul berbaris manis sebagai kelompok pemandu sorak bagi perjalanan bangsa ini. Bagi sosok-sosok berkarakter seperti Abu Bakar Jamil yang menilai sebuah perjuangan dari manfaatnya bagi banyak orang sebagaimana hadits Nabi SAW. yang ia pelajari dari guru-gurunya yang ikhlas mengajar di dusunnya hingga ia bertekad dengan susah payah demi merubah nasib untuk bisa belajar di Sumatera Thawalib School Padang Panjang, spotlight sama sekali bukanlah tujuannya, bahkan barangkali tak terpikir sebersitpun di kepalanya saat itu.

Menceritakan sosok Abu Bakar Jamil sejak masa kecil, si yatim piatu penggembala kerbau hingga kiprah-kiprah beliau yang luar biasa baik sejak aktif bertugas di TKR, perjuangannya untuk keluarga, lingkungan dan desanya serta kiprahnya dalam keorganisasian Muhammadiyah dan perjuangan politik yang mengantarkan beliau berjuang dari kursi DPRD Bengkulu, buku biografi yang ditulis oleh anak dan cucu beliau sendiri ini cukup detil mengobservasi seluk-beluk lompatan zaman yang dilewati.

Membaca biografi seperti buku ini selalu membuai imaji saya seakan memasuki mesin waktu mengembara ke masa lalu yang mengasyikkan, mengagumkan, lalu tiba-tiba mendorong dan memaksa saya untuk mengamati dan memikirkan masa depan. Ada banyak ibrah, banyak sentilan-sentilan kecil yang seakan menyindir diri ini. Apa yang sudah saya lakukan, apa sebenarnya manfaat keberadaan saya di lingkungan dunia ini. Meski tidak berpengaruh banyak, semoga tulisan yang sedikit ini menjadi salah satu dari manfaat itu.

Saya pribadi sangat berharap semoga buku ini menginspirasi banyak kalangan, sehingga akan lebih banyak lagi tulisan-tulisan tentang sejarah dan biografi para pejuang dari wilayah-wilayah lain di pelosok Nusantara yang selama ini jauh dari kilauan cahaya lampu sorot publikasi sejarah bangsa.



Ditulis sebagai pengantar buku "Anak Gembala, Riwayat Hidup Abu Bajar Jamil".

Sigit Ariansyah


Read more ...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

AddThis

follow