Jika tidak sedang menonton, anda pasti sedang ditonton. Sebab drama adalah anda, saya dan secuil ruang dunia yang sedang kita bagi ini....
28 Oktober 2009

Cool & Sexy


Sekali-kali duduklah di pinggir jalan, sendiri, jangan ber-sms atau melakukan apapun selain mengamati satu demi satu makhluk, bisa manusia atau apapun yang lewat di depan anda. Jika anda beruntung, akan ada banyak pelajaran diri yang didapat. Seperti yang baru saja saya alami, hehehh..

Dari kejauhan, seorang pemuda berkacamata hitam dengan pundak tinggi sebelah sedang berjalan 'cool' ke arah saya. Setiap kali berpapasan dengan orang lain ia selalu meraih bagian atas hidungnya untuk sedikit menaikkan posisi kacamata hitamnya. Berulang kali, ya, setiap kali berpapasan. Sementara ia memilih memasukkan satu tangan lainnya ke dalam saku celana depan. Hmm..

Nah..! Kali ini dari arah berlawanan, saya menangkap seorang cewek dengan dandanan cukup seksi, juga dengan kacamata yang lebih tepat disebut kacamuka, karena hampir menenggelamkan sebagian wajahnya. Agak lebih dekat.. Ups..! Ternyata ia cukup berumur, seorang ibu-ibu rupanyanya. Cukup trendi dengan sepatu hak tinggi, hingga mampu memantul-mantulkan bokongnya dan menggoyang-goyangkan dadanya saat berjalan. Huff...

Saya pun mulai megukur dan mengatur focal-length lensa mata saya. Satu hal yang saya pikikirkan, apa yang terjadi saat dua orang yang saya amati ini bertemu? Hmm.. tau nggak? Sekitar satu setengah atau dua meter sebelum berpapasan, dua-duanya jelas langsung beda cara berjalannya, gesture-nya. Ekspresinya pun jadi lebih beragam. Senyum si wanita lebih mengembang dengan lipstik merahnya, mulut si cowok kini monyong bersiul. Pada jarak yang dianggap cukup dekat, tanpa ragu-ragu si cowok mengarahkan pandangan ke arah si wanita tanpa basa-basi, cukup frontal hingga sudah lewat pun kepalanya ikut menengok ke belakang. Sementara si wanita tampak hanya matanya yang melirik dari balik kacamukanya yang memang tidak terlalu gelap. Seperti cuek, tidak peduli, tapi saya bisa menangkap intensitas pantulan dalam caranya berjalan kini bertambah cukup drastis.

Emangnya kenapa? Ada yang salah dengan mereka?

Oww.. tidak.. itu wajar dan manusiawi. Bahkan saya maupun anda barangkali sering melakukannya. Ngaku aja! Bahkan sedikit-banyak kita pun bisa menerjemahkan apa yang ada di dalam hati mereka saat seperti itu, dari pengalaman-pengalaman kita juga.

Mungkin saja, si cowok berpikir "I'm Cool man.. Soo cool..." seperti kita juga pernah merasa begitu saat mengenakan kacamata hitam dan puluhan kali melirik spion kendaraan kita sepanjang perjalanan. Begitu juga bagi si wanita. Saya kok yakin, dia berpikir "Wuihh.. Take a look at me guys.. I'm soo sexy for your eyes..."

Sudahlah... semua manusia hidup pernah alami itu, bahkan mungkin memang butuh itu. Memaksimalkan diri menjadi sebuah object.

Object?!

Ya! Object untuk dilihat, didengar, dipuji, dimiliki dan seterusnya. Tapi masalahnya, saat ini saya sedang mengajak anda menjadi 'subject' yang mengamati object-object di trotoar jalan itu saat saya dan anda tidak sedang menjadi object.

Masalahnya lagi, apa iya, si cowok itu benar-benar 'cool' seperti yang ia pikirkan as an object? Kalau anda memaksa saya untuk jujur as a subject, sejujurnya saya lihat cowok itu nggak begitu cool, malah terkesan lucu meski itu wajar.

Dan si wanita? Jujur??!

Hmm... Gimana ya.. Sebagai subject, sayangnya saya ini laki-laki normal. Pertama-tama, secara otomatis mata saya tersedot dengan sendirinya dan susah untuk merubah angle, terus caranya berdandan dan berjalan itu lho.. membuat kepala ini membayangkan yang 'iya-iya' sambil mencoba menebak-nebak posisi dan tata letak beberapa perangkat lunak yang sebenarnya itu cukup memalukan untuk diceritakan. Parahnya lagi, semua itu saya alami bersamaan dengan perasaan berdosa yang tidak henti-hentinya menonjok-nonjok ulu hati saya.

Astaghfirullah...

Begitu sadar, walah.. si wanita itu juga jadinya lucu. Ngapain dia berpakaian dan berjalan kayak gitu ya? Kalaupun itu merupakan bentuk usaha agar ia merasa seksi setelah pinggul dan dadanya terguncang-guncang, lama-lama apa nggak masuk angin trus kecapekan?

Hmm... ya sudah.. Ada yang protes? Itu semua memang subyektif, karena memang hadir dari subyektifitas saya yang saat ini sedang menjadi Subject. Yang jelas Dalam hati saya bersyukur, dilahirkan dari seorang ibu yang berpakaian sangat tertutup dan berjalan biasa-biasa saja dan tidak lucu. Nah, sekarang tinggal berdo'a semoga saya tidak terlalu sering merasa sok 'Cool" dan berjalan agak mendongak di bumi Tuhan ini. Amin...

Hanya itu? Bagaimana dengan makhluk lain?

Yaa, biasa lah.. ada beberapa ekor kucing yang sangat berisik dan bernafsu berebut sisa makanan di tong sampah dekat saya, selain beberapa Cherokee, Hammer, Mercedez, BMW seri terakhir yang mondar-mandir bikin ngilu sekaligus ngiler
hati ini..

Hehehh...

Read more ...
01 Juni 2009

Perfect

di dunia ini...

jika tak seorang pun
terbebas dari penyakit,
kenapa kita begitu panik
saat menemukan hanya satu
atau dua rasa sakit dalam diri?

jika tak seorang pun
tak memiliki kejelekan,
kenapa harus malu
saat menyadari dua
atau tiga kejelekan dalam diri?

jika tak seorang pun
tak pernah melakukan kesalahan,
kenapa harus bohong
saat merasakan tiga
atau empat rasa bersalah dalam diri?

Subhanallah...
terimakasih telah menganugerahkan
untukku satu lagi inspirasi sempurnaMu
malam ini...
Read more ...
09 April 2009

Ngopi bareng Sang Bandar


Malam ini saya kembali mendapat undangan ngopi tapi kali ini tidak seperti biasanya, bicara serius dengan segepok storyboard dan sederet angka, melainkan sebuah undangan launching sebuah café di Pondok Indah Mall.

Bandar Kopi, café yang kebetulan milik seorang teman dan partner saya itu membuat saya banyak diam dan berpikir.

Lhohh..kok..!?

Iya, sebab diantara sekian banyak café yang bermunculan di tanah air, hampir semuanya menggunakan trade-mark ’ala British, American atau ke-Itali-italian gitu deh.

Sebenarnya, diam dan berpikir saya itu bukannya tanpa sebab. Beberapa malam sebelumnya saya ditelfon kawan, seorang seniman gondrong-dekil. More/less dengan mantabnya berbunyi gini:

”Haloo bro, malam ini aku mengundang dirimu minum kopi kapitalis. Ada waktu gak?”

”Hahh? Kopi kapitalis itu opo?”, saya cekikikan tapi ekspresi bingung.

”Halah.. ngopi di café2 bule di mall itu lho, biar kayak para kapitalis, hahaha...”

Saya pun ngakak sejadi-jadinya. Beginilah bagian yang saya suka saat bergaul dengan sahabat2 seniman murni dari Jogja yang selalu siap dengan ide segar yang apa adanya.

Well, cerita di atas memang sederhana, tapi tema ’kopi kapitalis’ itu begitu menggelitik otak-hati ini dan sudah cukup untuk memaksa saya merenung, berimprovisasi lalu membatin, ”iyha..yhaa..!”

Kembali ke Bandar Kopi, ketika saya mengadakan sedikit diskusi nggak resmi dengan teman saya pemilik Bandar Kopi yang sejatinya juga seorang wanita pelukis yang cukup produktif itu, saya seperti mendapat pencerahan. Ternyata apa yang saya pikirkan sejak awal, justru itulah yang menjadi visi dan motivasi dia dalam mendirikan Bandar Kopi ini.

Dia bilang: kopi, kopi kita, tumbuh di tanah kita, oleh petani kita, lalu dibungkus merk dagang asing, dijual lagi ke kita di rumah kita dengan harga selangit. Tapi kita tetep bangga tiap kali nongkrong di sana dengan merasa keren dan stylish gitu.

Hmmm... saya melongo atau entahlah, kurang yakin dengan ekspresi saya saat itu. Tapi saya merasa semua itu benar dan begitulah faktanya. Itu sama aja cerita tentang calon presiden yang berjanji mensejahterakan indonesia, mengangkat harkat bangsa, membela rakyat kecil, eee... ternyata iklan kampanyenya disutradarai bule. Hehe... bukanya jealous lhoh, tapi ini juga ironi dan bisa ada di sini. Belum lagi iklan minuman dengan copy-writing yang terasa meremehkan saya: ”Bule aja doyann....!” Tiap kali iklan itu tayang saya jadi pengen ngomong: ” justru itu gue gak doyan!”

Ah, sudahlah...

Kembali ke Bandar Kopi, sejujurnya, dari tampilan set artisticnya, proses pembuatan, servis dan rasa kopi yang saya minum di sana, tidak ada yang kurang atau kalah dari cafe-cafe ngetop lainnya. Saya pikir tidak ada alasan untuk tidak mendukung at least mendoakan semangat kawan yang layak diacungi dua jempol ini, karena saya tahu, ini tidak mudah bersaing dengan brand-brand yang sudah establish di seluruh dunia itu.

Dengan mantab saya jabat tangan teman saya sang bandar dan saya bilang:
”Congrats mbak.. Semoga bisa mewakili harga diri bangsa ini, paling tidak mulai dari sisi Taste....!”

Amin...

Read more ...
12 Februari 2009

PARA PROTEKTOR, Finally....

Akhirnya…! Kali ini saya boleh sedikit berbangga dengan apa yang baru saja saya lahap di hadapan saya. Mau tau??

Sebuah KOMIK INDONESIAAAA…!!!

Ehm..ehmm..(serak). Ya, PARA PROTEKTOR memang sedang mencuri perhatian saya. Sama sekali bukan karena salah seorang kartunisnya kebetulan teman baik saya, tapi barangkali lebih disebabkan adanya imajinasi saya yang tiba-tiba merasa terpenuhi di sini. Bukan imajinasi muluk, tapi sekedar angan-angan manusia Indonesia asli yang kadang merindukan logika-lokal dalam memahami sebuah plot kehidupan.

Saya menyebutnya logika-religi yang tidak bisa dipisahkan dari masyarakat kita di samping logika antropologis yang tentu sewajarnya sudah kita pahami. Dan PARA PROTEKTOR menghadirkan hampir semua kelebihan-kelebihan Super Hero barat yang berteknologi namun tetap dengan logika Sabang sampai Merauke yang pas. Ini luar biasa! Saya bisa tetap mengalir tanpa banyak bertanya-tanya sinis dalam hati sebagaimana biasanya memahami paparan logika-Atheis yang kadang aneh. Artinya, komik ini masih melibatkan The Unseen Power tidak lain adalah Tuhan sebagai sumber satu-satunya semua kekuatan di dunia.

Sebut saja karakter Sang Guru dari Serikat Para Protektor. Dalam penangkapan saya, ia seorang bijak-alim-zuhud yang dekat dengan Tuhan. Pantas saja jika ia kemudian menerima ’Karomah’ berbagai kelebihan melebihi manusia biasa. Kegelisahannya akan berbagai kejahatan di Tanah Air mengilhaminya untuk membentuk serikat Para Protektor dengan merekrut beberapa anggota yang masing-masing punya supra talenta berbeda-beda seperti Matahari (latar belakang militer, asal Garut), Aura (Seorang Guru SD asli Papua), Elektro (Seorang Engineer jenius), dan Afiat (Perawat asal Aceh).

Dalam tugas mereka mendefinisikan yang Haq dan Bathil, mereka berhadapan langsung dengan kelompok PDD atau Persaudaraan Dalam Darah yang dikomandani oleh tokoh Manipulator yang juga cerdas tapi licik. Beranggotakan LAVA (Live Android for Vicious Armageddon), Kinetik (Rocker asal Medan), Veromona (Profesor biologi asal Manado), Shooter (tentara bayaran dari Ambon), Molekul (ahli nuklir asal Lampung), Sopran (bernama asli Siti Marlina, penyanyi dangdut asal Sidoarjo) dan Shadow (bernama asli a.k.a. Sukanto, si pemakan manusia dari Klaten).

Berbagai intrik, suspense dan sisi touchy tentus aja mengimbangi adegan-adegan laga yang tersaji apik dan berteknologi di komik keluaran Paracomics Publisher ini. Kalaupun harus mengkritisi atau sekedar masukan, menurut saya perlu sedikit definisi yang lebih detil dalam scenes-period, kapan kejadian plot ini berlangsung, past, present atau future. Hal itu tentu saja perlu untuk memenuhi detil pengejawantahan gambar baik logic setting maupun propping yang berlaku dalam setiap adegan.

Kembali ke imajinasi saya, membaca komik ini tiba-tiba saya kembali teringat Frank Miller, Robert Rodriguez dan Tarantino. Adrenalin ini tiba-tiba kembali naik perlahan untuk mewujudkan sesuatu yang dulu pernah meledak-ledak.

Ehmm...(serak lagi). Apapun itu mohon keikhlasan doanya saja ya...

InsyaAllah...

SAR, Jakarta 120209


Judul : Para Protektor | Supra Talenta Saga

Karya : Poempida Hidayatulloh, Irham, Koko Prabowo

Penerbit : Paracomics Publisher, Jakarta

Tahun : Cetakan pertama Januari 2009



Read more ...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

AddThis

follow