Jika tidak sedang menonton, anda pasti sedang ditonton. Sebab drama adalah anda, saya dan secuil ruang dunia yang sedang kita bagi ini....
16 September 2008

Zakat Maut itu...

Mau mulai menulis dari mana, saya bingung!

Rasanya seperti hampir meledak, hari ini saya berkumur dengan nasi yang tiba-tiba hambar di mulut melongo saat TV di depan saya menyajikan berita duka yang sesungguhnya terjadi setiap tahun. 21 orang ibu-ibu dan nenek-nenek tewas kehabisan oksigen dan puluhan lagi dirawat dirumah sakit ketika berebut zakat bersama 7 ribu rakyat miskin lainnya.

Demi Allah! Zakat itu adalah hak mutlak bagi kaum miskin, dan kewajiban yang ngga bisa ditawar bagi yang kebetulan kaya.

Ironinya, untuk sebuah hak yang wajib mereka dapatkan, para ibu itu justru di-set lebih mirip mengemis massal dan mengubangkan diri dengan memohon-mohon di halaman rumah mewah sang dermawan. Sungguh, ekspresi-ekspresi yang tertangkap kamera sangat membuat hati saya sakit.

Bayangkan, untuk jatah 30 Ribu Rupiah per kepala yang barangkali ludes untuk makan sehari dengan 4 orang anak, mereka rela kehilangan nyawa. Sementara bisa jadi meja makan di hadapan kita bernilai tidak kurang dari Rp. 300.000 untuk sekali makan dan kita masih berani tersenyum sebagai saudara sebangsa.

Sebenarnya apa yang salah dengan otak dan hati Bangsa besar ini? Mekanisme kah? Atau kebodohan? Semua orang lalu berteriak tentang itu.

Sang pembagi zakat pun berkilah, sejak tahun 70an tradisi ini sudah berlaku dan selama itu aman-aman saja.

Saya bilang, itu berarti orang miskin di kampung loe nambah! Dan kalo masih mau bertahan dengan pola pikir juragan kolonial ya hidup aja di hutan. Apa musti semua orang harus tau bahwa loe berzakat, sampe-sampe kewajiban itu harus dibagi di halaman rumah?

Polisi pun ngeles: Tidak ada pemberitahuan apapun kepada pihak kami bahwa akan ada acara pembagian zakat.

Hmm... saya berpikir, mungkin pak Haji sudah tidak mau repot lagi ngeluarin ongkos tambahan di luar zakat yang tidak termasuk dalam pahala, malah bisa-bisa uang itu dibilang syubhat, lagi...

Si pembaca berita menyayangkan: Kenapa sih nggak menggunakan badan Amil zakat resmi saja yang ditunjuk oleh pemerintah? Kan lebih terorganisir dan aman?

Lagi-lagi saya menebak, Pak Haji si Dermawan itu mungkin membatin ”Siapa yang ngurusin? Depag? Departemen terkorup itu? Kali aja dia termasuk rombongan haji yang dulu pernah terlantar karena catering haji dari depag terlambat, udah gitu lauknya ngga layak karena disunat dan basi pula.

Wallahu a’lam bisshawab....

Well, diluar tebak-menebak yang sebenarnya ngga imajinatif juga, karena itu memang nyata, tampaknya bangsa dengan penduduk muslim terbesar di dunia ini musti banyak belajar menggunakan hati agar pandai merasakan, bukan hanya pintar berhitung.

Duit, rizki dan nafkah selalu menjadi tema yang terlalu seksi bagi bangsa ini. Ketika Inul dan Dewi Persik diprotes soal goyang panggungnya, dengan enteng mereka berkilah: ”Lho.. niat saya kan cari nafkah?” atau ”Ini kan jalan rizki saya..” bla..bla..bla... Wah, tar maling, pengedar CD bokep dan koruptor juga boleh dong...

Wajar saja, karena kemiskinan adalah horor yang begitu ditakuti semua orang. Maka itu para orang tua hari ini pun masih merasa perlu untuk memaksa anak-anak mereka untuk menjadi ”kaya” dan ”terkenal” bukan menjadi ”baik” dan ”pintar”. Demikian juga nasehat untuk anak yang berangkat kerja masih berbunyi: ”Baik-baik dan dekatlah sama bosmu biar kerjamu lancar...” bukanya ”Bekerjalah yang baik dan benar biar kamu berguna..”! Ujung-ujungnya profesi dukun dan motivator laris manis saat jalan mulai buntu. Hmm...masih sama seperti jaman dulu. So, kemajuannya di mannaaa...... (ngga perlu tanda tanya lagi).

Wait...wait... bukan berarti saya anti dengan duit ya... tapi paling tidak sampai hari ini saya masih berpendapat bahwa semakin baik dan maju apa yang kita kerjakan, pasti akan mendatangkan rizki yang lebih baik pula, secara otomatis. Memang, syaratnya KKN tidak boleh terlibat di sini. Lha wong udah mati-matian kerja aja masih ada produser yang tega ngga mau bayar kok..! hehe... tapi itu soal person. InsyaAllah saya optimis, bangsa ini ke depan akan semakin cerdas menyikapi hitam dan putih. Amin...

Saran, barangkali untuk pembagian zakat di kampung, door to door saya rasa akan jadi pilihan yang lebih efektif. Beberapa Amil zakat saja cukup, karena memang ada jatah menurut syari’ah untuk Amil zakat. Tapi kelemahan metode itu memang ada, si pemberi zakat tidak lagi heboh dan tenar sampe ke mana-mana. Masih mau zakat kan..?

Pilih dengan hati bukan otak...!

Title: Zakat Maut itu...; Written by Sigit Ariansyah; Rating: 5 dari 5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

AddThis

follow