Jika tidak sedang menonton, anda pasti sedang ditonton. Sebab drama adalah anda, saya dan secuil ruang dunia yang sedang kita bagi ini....
24 Oktober 2007

Lebur..Lebar..Libur..Lebaran...


Tiga minggu menjelang lebaran kemaren.
Seorang Ustadz berkata. ”Alhamdulillah.. semoga Ramadhan tahun ini bisa me-lebur dosa-dosa kita dan segera kita sambut Idul Fitri dengan kebahagiaan atas lebar –nya semua kesalahan (dari terminologi Jawa, lebar berarti habis/selesai) dengan saling memaafkan”.

Dua minggu menjelang lebaran kemaren.
Seorang teman, karyawan menengah, mendatangi saya dengan muka cukup semrawut. Seperti yang anda duga, dia mengeluh atas jumlah THR yang ia terima dari bosnya ternyata jauh dari cukup untuk baju baru keluarganya, ongkos mudik, uang saku keponakan dan seterusnya...

Satu umpatan dari mulutnya yang justru hampir membatalkan sikap belasungkawa saya dan mengubahnya menjadi tawa ialah ketika dia berteriak ”Ini tehrr..lhaa..lhuu...!”

Satu minggu menjelang lebaran kemaren.
Seorang teman lain, juragan percetakan, saya temukan dalam kondisi sangat mengenaskan. Kepalanya yang mulai botak, kini bertambah uban pula. Segelas besar teh manis belum juga cukup menemani umpatan-umpatannya yang dikutip dari beraneka jenis bahasa itu. Semua itu karena ia wajib membayar THR kepada 12 orang karyawannya yang dia rasa sangat memberatkan.

Lagi-lagi saya dipaksa terbahak justru disaat saya mulai memasang ekspresi turut bersedih, ketika tiba-tiba mendengar umpatan terakhir Si Juragan; ”Orang-orang dapet THR (Tunjangan Hari Raya), Ee.. sayanya malah dapet Tendangan Hari Raya...!

Satu hari menjelang lebaran kemaren.
Si karyawan tampak kuereen dengan baju baru saat turun dari sebuah mobil kijang. Gak ada lagi wajah kusut yang kemaren saya kasihani. Istri dan anak-anaknya pun tampak begitu bahagia di dalam mobil.

Saya pun bertanya. ”Wah.. jadi mudik nih.. mobil baru..?”

”Iya doong.. biar mobil rental, yang penting kan di kampung bisa tampil gaya, hehe..,” jawabnya sebelum berpamitan lalu melesat menuju kampung halamannya.

Giliran Sang Juragan yang berpamitan dengan style sedikit lebih bossy juga dengan mobil kijang namun yang type keluaran lebih akhir. Padahal setahu saya selama ini dia hanya punya sebuah mobil kijang lama yang bodinya sudah agak keropos di sana-sini.

”Lho..! mobilnya ganti baru ya...,” tanya saya penasaran.

”Ini sih mobil rental... Masak, lebaran bawa mobil bututku itu? Gengsi dong, sama keluarga di kampung...,” jawab sang juragan, mmm... cukup elegan.

Bersalaman, mengucap selamat jalan, lalu bengong..! Itu saja yang saya alami sebelum akhirnya saya juga harus segera tenggelam dalam arus mudik yang menyesakkan dada....

Satu minggu setelah lebaran kemaren.
Kembali kami dipertemukan setelah arus balik. Hanya saja kali ini kami bertiga tidak banyak bicara, kecuali saling meminta maaf. Yang jelas kami semua makin jauh lebih kusut dari seminggu sebelum lebaran yang sangat kusut itu. Kata maaf itu menjadi terlalu mahal harganya di Negri ini...

Lha trus, Ustadznya?
Sayangnya, saya nggak ketemu beliau lagi..! Mungkin beliau saat itu lupa menambahkan dalam ceramahnya, bahwa di sini, setelah dosa-dosa itu lebur hingga lebar, masih ada libur wajib yang kadang terasa jauh lebih menguras energi daripada sebulan berpuasa itu sendiri...

Yahh..! Sekarang saatnya kembali kusut memikirkan hutang-hutang libur-lebaran itu biar juga segera lebur dan lebar....


Read more ...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

AddThis

follow