Jika tidak sedang menonton, anda pasti sedang ditonton. Sebab drama adalah anda, saya dan secuil ruang dunia yang sedang kita bagi ini....
01 September 2011

Dari Hilal Sampai Toleransi



"Jujur, lama-lama agak jengah juga dengan perbedaan penentuan awal Ramadhan dan 1 Syawwal ini," seorang teman berkomentar berapi-api. "Sudah bertahun-tahun kok masih saja gagal menyamakan persepsi," lanjutnya kali ini ada ekspresi  sinis sekaligus pasrah. 

Begitulah 1 Syawal tahun ini, 1432 Hijriyah bertepatan dengan 2011 Masehi masih juga tumpang-tindih alias nggak seragam. Saya memaklumi begitu hebohnya itu karena menyangkut lebaran setelah 1 bulan penuh berpuasa. Alasan lebih serius lagi karena 1 Syawal adalah hari di mana puasa diharamkan.

Biang keroknya adalah metode? Ya, memang ada yang menggunakan Ru'yatul hilal, ada yang lebih suka dengan metode Hisab bahkan ada yang sekedar mengamati grafitasi bulan yang terlihat dari pasangnya air laut.

Definisi "Hilal" dalam ilmu falak merupakan pemunculan bulan paling awal (berbentuk sabit) di ufuk barat yang tampak menghadap bumi setelah mengalami konjungsi atau ijtimak. Konjungsi adalah peristiwa di mana matahari dan bulan berada segaris di bidang ekliptika yang sama. 

Nah, singkatnya, Penampakan "hilal" itulah yang menandai pergantian bulan yang berarti masuknya awal bulan baru dalam system kalender qamariyah.

“Mereka bertanya kepadamu tentang hilal. Katakanlah: “Hilal itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji…” [Al Baqoroh(2):189]

Sedangkan "hisab" secara harfiyah berarti 'perhitungan', adalah metode perhitungan matematik astronomi untuk memperkirakan posisi matahari dan bulan terhadap bumi. Posisi penentuan matahari menjadi penting karena umat Islam untuk ibadah shalatnya menggunakan posisi matahari sebagai patokan waktu shalat.

“Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.” [Yunus(10):5]

“Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan.” [ArRahmaan(55):5]

So, metode mana yang paling benar? 

Ya jalas, menurut saya semuanya benar dong..! Islam adalah agama yang sangat mengakomodir proses ilmiah dan alamiah dalam berbagai hal. Penentuan bulan hanyalah salah satu contoh kasus saja,

Kalo gitu kenapa berbeda? Bukankah setiap proses dalam metodologi ilmiah yang detil dan rumit  akan selalu menyisakan perbedaan-perbedaan kecil? Nahh.. menurut saya, untuk itulah Islam masih menyediakan "post" setelahnya yaitu apa yang dikenal dengan "Ijma'" atau kesepakatan ulama dan "Ulil Amri" atau pemerintah. Dua-duanya bersifat domestic untuk masing-masing wilayah. Dan jelas Islam juga mewajibkan kita mematuhi pemerintah (Wa athii'uu Ulil Amri minkum……).
Untuk penentuan akhir setelah kedua "post" di atas, Islam masih menyediakan satu lagi "final post" yaitu "keyakinan". Ya, beragama adalah soal keyakinan, soal iman.
Nahh… Masalahnya di Indonesia ini antara pemerintah dan ulama' yang jumlahnya buaanyak itu nggak akur juga. Tambah runyam  lagi, masing-masing ormas punya ulama'nya sendiri-sendiri yang memang cukup kokoh.

Jadilah lagu lama yang meski sudah kusut diputar lagi setiap tahun. Situasi yang sangat tidak sedap dirasakan. Mereka yang seharusnya berbeda secara ilmiah menjadi seperti adu legitimasi di mata ummat masing-masing. Dari persoalan ilmiah menjadi masalah kredibilitas, wibawa, image dan sejenisnya. Sungguh, sama sekali tidak dewasa dan ini serius.

Yang lebih lucu lagi, 1 Syawalnya ribut-ribut berbeda, eee.. tau-tau kelak tanggal 17 atau 20 Syawalnya sama. Bisa juga 10 Dzulhijjah (Idul Adha) dan 9 Dzulhijjah (Wukuf Haji di Arafah) sama semua, ga ada yang ribut..??!

"Perbedaan adalah Rahmat". Yes absolutely! Tapi mari mencoba berbeda dengan elegan.dan cerdas. Bertoleransi dengan menghormati yang tak sependapat dengan kita, itu harus. Belajarlah untuk tidak menggerutu sinis terhadap kelompok lain yang berbeda, tapi di saat yang sama mulut Anda dengan manis bicara toleransi dan saling menghormati…???

Akhirnya, perbedaan itu memang akan selalu ada. Tapi saya (pribadi) masih berpendapat bahwa tidak mustahil perbedaan itu kita satukan untuk menghasilkan kesepakatan dengan syarat; Ulama' dan Umara' (pemerintah) yang bersih, yang BISA DIPERCAYA..! (Bold-italic-underlined).
Title: Dari Hilal Sampai Toleransi; Written by Sigit Ariansyah; Rating: 5 dari 5

2 komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

AddThis

follow