Jika tidak sedang menonton, anda pasti sedang ditonton. Sebab drama adalah anda, saya dan secuil ruang dunia yang sedang kita bagi ini....
28 April 2013

Definisi Cerdas

Seorang teman, wanita cantik, jomblo, datang bersama kenalan barunya. Lalu dengan menggebu-gebu ia mengenalkan teman lelakinya itu kepada saya. "Kenalin mas ini temenku, sebut saja 'Bunga'..." eh, jangan ding, dia cowok. "Mmm... Sebut saja 'Batang'. Dia nih orangnya cerdas lho mas..."

"Hei, hallo... Wow.. Beruntung sekali kamu," ucap saya ikut bangga sekaligus penasaran.

Kebetulan, si cowok lalu permisi ke toilet. Maka saya manfaatkan kesempatan itu untuk memenuhi rasa penasaran dengan mengorek teman saya. "Heh, tadi kamu bilang dia cerdas kan..? Wahh.. pasti dia seorang penemu rumus atau pembuat pesawat gitu ya...?" tebak saya tak kalah menggebu.

Temen saya cuma meringis. "Halah, bukan gitu mas.. Dia itu PNS di Departemen Per****(sensor). Aku bilang cerdas, karena meski tiap hari kerja di kantor pemerintahan, tapi dia masih bisa menambah income di luar gaji lumayan banyak lho... Punya mobil, baru beli rumah juga... "

"Oh..." agak kendor rasa penasaran saya. "Hebat! Emangnya dia punya bisnis di luar gitu?"

"Yaah.. Biasa makelaran mobil dan tanah mas... Itu belum termasuk kalo ada pengusaha yang pengen dapet tender dari kantornya. Waah bisa lebih gede lagi dapetnya.. Pinter kan mas...?"

Serta-merta saya nyeruput teh hangat, menyalakan rokok lalu diam terpaku menatap langit-langit... (saya akui yang ini lebay... :D).

Baiklah, cukup cerita singkat di atas sebagai intro. Lupakan berapa lama si kenalan baru cerdas itu berada di toilet. Saya tidak sedang membahas KKN atau birokrasi pemerintahan kita yang memang sudah uassu sejak dulu. Saya hanya kepikiran tentang definisi 'cerdas' menurut si cantik jomblo itu yang agak mengganggu tidur saya.

Suka atau tidak, definisi itulah yang paling banyak dianut masyarakat kita. Kita banyak mendengar orang tua menyebut anaknya pintar dan berbakti ketika ia mampu mengembalikan utang yang dulu dipakai nyogok saat mendaftar sebagai pegawai kecamatan, misalnya. Malahan banyak juga orang tua yang memuji kepintaran anaknya belanja handphone atau sepatu palsu lalu dijual lagi dengan harga 10 kali lipat. Weleh.. Itu mah bukan usaha pook... Itu penipuan kalee... :D

Ya, jumlah income atau keuntungan serta kuantitas kepemilikan masih menjadi barometer 'kepintaran' dalam masyarakat kita. Kalau diteorikan lalu dibukukan, mungkin paling pas masyarakat kita ini bisa disebut: Materealistic-nepotistic-opportunistic-religious society. (Halahh opo maneeh iki... :D)

Nah, karena soal definisi 'cerdas' ini lumayan mengganggu tidur saya, maka mulailah saya melakukan riset (ciee..). Tapi apa yang terjadi saudara-saudara? Baru membaca satu versi definisi 'cerdas' yang tidak lebih dari empat baris saja saya makin mumet. Coba saja anda search sendiri di google, akan ada ribuan definisi kata 'cerdas' yang berbeda-beda dan cukup teoritis.

Kita cuplik aja deh, salah satunya menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, definisi kecerdasan adalah: [a] (1) sempurna perkembangan akal budinya (untuk berpikir, mengerti, dsb); tajam pikiran: sekolah bertujuan mendidik anak agar menjadi orang yg -- lagi baik budi; (2) sempurna pertumbuhan tubuhnya (sehat, kuat): biarpun kecil badannya, tidak kurang --

Hmmm... sangat ruwet bukan? Definisi di atas cukup membuat saya berasa makin tidak cerdas. Hehe... Mungkin karena itulah dulu saya agak kurang suka duduk belajar di dalam kelas. Teori-teori itu tidak mampu secara otomatis membuat saya merasakan lalu mengerti, tapi ia memaksa anak kecil seperti saya menghapalnya lalu membanggakan diri di depan guru.

Maksud saya, bahwa bisa menjawab pertanyaan di manakah Ibukota Ukraina? Atau siapakah presiden Czech Republic? Dan sejenisnya, belum berarti anda seorang yang cerdas. Membaca ratusan buku, itu baru membuat anda tahu, belum tentu cerdas apalagi genius.

Sebaliknya, pernahkan anda membayangkan Albert Einstein menganyam janur untuk membuat ketupat lebaran? Nah, kalaupun Eintein hanya akan jadi bahan tertawaan ibu-ibu yang jago membuat ketupat, bukan berarti Einstein tidak cerdas tho..?

Sementara teori lainnya lebih fokus pada logika. Seseorang (saya lupa) mengungkapkan, selama anda mampu memahami suatu objek pemikiran dan itu sinkron dengan logika umum, berarti anda cerdas. Karena itu kemudian ada pengelompokan level IQ (Intelligence Quotient). Sebagaimana kita tahu, metode tes yang pertama kali digagas pada 1904 oleh psikolog Prancis Alfred Binet ini akhirnya mendunia dan dipakai menentukan level IQ seseorang hingga sekarang. Tapi itu pun masih menyisakan kontroversi tentang keakuratan metode tersebut.

Tunggu dulu. Saya jadi bertanya-tanya, jika sedemikian hebatnya logika kita hingga menjadi patokan sebuah kebenaran dan fakta, mengapa pada abad pertengahan logika semua orang menganggap bumi ini datar dan menjadi pusat peredaran matahari? Bahkan pada tahun Seribu Limaratusan mereka (gereja) harus membunuh Nicolaus Copernicus karena teorinya yang mengatakan sebaliknya, bahwa mataharilah yang menjadi pusat tata surya. Bukankah itu kesalahan massal logika manusia?

Jika begitu, apa yang tampak logis belum tentu sebuah kebenaran. Jika kita mengatakan sesuatu itu tidak logis, itu adalah bahasa kita. Saya menyebutnya logika bumi. Bahasa yang benar adalah logika kita yang belum menjangakaunya. Hanya Logika Langit yang bisa menjangkaunya. Bukankah masih ada partikel yang lebih kecil daripada atom bahkan lebih kecil lagi, yang belum bisa dijangkau para ilmuwan?

Cukuplah kita mengetahui bahwa IQ diatas 140 disebut genius, dibawah 30 disebut idiot, sebagai alat yang bagus untuk bahan olok-olokan. Di sinilah pangkal mulanya saya kepikiran untuk menulis ini.

Beberapa waktu lalu saya melihat sekumpulan anak kecil yang sedang menertawakan dan menggoda orang dewasa yang kebetulan (maaf) gagu, sulit berbicara. Dari semua anak itu, saya perhatikan hanya ada dua anak yang tidak tertawa, bahkan menarik diri menghindar dari teman-temannya. Spontan saya berpikir, mungkin inilah jawabannya. Mungkin dua anak itulah yang memiliki kecerdasan lebih dibanding anak lainnya.

Ya, karena saya meyakini kecerdasan itu erat hubungannya dengan kalbu, mata hati. Hati bukan dalam bahasa kedokteran yang berarti liver, tapi Heart Brain atau Cardiac Ganglia menurut bahasa Neuro Science. Sebenarnya itu adalah jawaban dari pertanyaan panjang saya tentang sebuah ayat Al-Qur'an yang tidak sengaja saya baca beberapa tahun lalu, tapi saya kurang bisa memahami.

Ayat tersebut berbunyi: ".. Mereka mempunyai hati (kalbu) tapi tidak dipergunakan untuk berfikir..." (Al-A'raf:179)

"Lohh..!? Hati kok dipake buat mikir?" Tanya saya waktu itu. Setelah cukup lama saya penasaran, subhanallah lagi-lagi secara tidak sengaja dipertemukan dengan sebuah artikel pendek dari DR. Arifin Mufti. Dari situ saya dapat jawaban paling memuaskan dari sisi Neuro Science. Ternyata jantung kita memiliki Otak, sebagian ilmuwan menyebutnya Heart Brain atau Cardiac Ganglia.

DR. Arifin Mufti menulis, Heart Brain ini bertugas mengelola, mengatur, dan mengendalikan semua informasi dalam bentuk rasa yang tidak terstruktur (emosi, rasa, intuisi, ilham, (keyakinan) iman dan rasa takut kepada Tuhan atau takwa). Dalam bentuk fisik - minimal 40.000 sel syaraf (neuron) diatas jantung (dinding), seperti cendawan berserabut (dari gambar dasar biru terlihat seperti noktah putih), banyak "bulu halus“ – berfungsi sebagai radar atau transmitter yang dapat menerima dan memancarkan sinyal radio dibawah frekensi 40 Hzt.

Secara fungsi, Heart Brain ini juga tandem dari otak depan dalam mengolah berbagai informasi yang mempengaruhi tindakan manusia. Dan itu sudah eksplisit tertulis dalam Kitab Mulia sejak 1400 tahun yang lalu. InsyaAllah nanti akan saya post secara khusus pembahasan ini di blog ini.

Maka bagi saya jelas, kecerdasan berarti sinkron antara nurani dan logika. So, mulai sekarang hati-hati kalo mau ngatain orang dengan kalimat "Pakai Otak dong....!" Hehe...

Wallaahu a'lamu bisshawab, hanya Allah yang Maha Tahu segala kebenarannya...
Read more ...
15 April 2013

The Legacy of the Sun

USeperti biasa, lagi-lagi saya akan rekomendasikan pilihan film bagus untuk anda tonton. Kali ini film karya sutradara Jepang yang cukup produktif Kiyoshi Sasabe. Sebuah drama miris penuh patriotisme bersetting Perang Dunia II.

Plot cerita memang tidak begitu rumit, tapi seperti kebanyakan film Jepang, kualitas direction (penyutradaraan) mereka selalu membuat saya berdecak kagum. Yang saya maksud adalah cara mereka mengatur beat shot demi shot, scene demi scene, semiotika yang bikin jidat terangkat, juga perlakuan terhadap ekspresi, gestures, dialog para aktor yang kadang terasa aneh tapi cukup 'menenggelamkan'.

Setting berlangsung pada Perang Dunia II, menjelang pengumuman penyerahan diri Jepang terhadap Amerika. Menyadari semakin dekatnya kekalahan Jepang oleh Amerika yang dipimpin oleh Jenderal Mac Arthur, 5 orang petinggi militer Jepang secara rahasia memanggil 2 perwira muda yaitu Mayor Mashiba (Masato Sakai) dan Letnan Koizumi (Seiji Fukushi) untuk menjalankan misi sangat rahasia yaitu menyembunyikan harta karun senilai 200 Trilyun Yen. harta tersebut rencananya akan digunakan untuk membangun kembali Jepang pasca kekalahan perang nantinya.

Dalam menjalankan misi itu, Mashiba dan Koizumi diberi bala bantuan seorang Sersan yaitu Sersan Mochizuki (Shido Nakamura) dan 20 orang gadis kecil murid sekolah bersama seorang guru mereka Noguchi (Yusuke Santamaria). Di sinilah sebenarnya main-plot itu akan berkecamuk.

Dari deretan perintah rahasia yang datang untuk Mayor Mashiba, pada akhirnya datanglah surat perintah yang mengharuskan Mashiba membunuh 20 orang gadis kecil tersebut bersama guru mereka demi tetap menjaga kerahasian misi. Mashiba dan Kiozumi tergelak, mereka sangat terpukul. Betapa gadis-gadis lugu itu telah bekerja sangat keras bersama-sama demi menyelesaikan misi tersebut, dan kini ia diperintahkan untuk mengakhiri hidup mereka dengan memberi pil pembunuh.

Menentang perintah tersebut, Mayor Mashiba mendatangi sang Komandan untuk ,mengajukan penolakannya. Ternyata tidak ada perintah itu darinya. Tragisnya jawaban itu didapat Mashiba disaat sang Jenderal sedang melaksanakan harakiri, tepat sebelum kematiannya.

Singkat cerita, Mashiba dan Koizumi merasa lega. Ironis, justru disaat itulah mereka mendapati bahwa pil-pil pembunuh yang mereka simpan tidak lagi ada di tempatnya. Panik, mereka berlari menuju goa dan ternyata anak-anak itu telah tewas memakan pil tersebut, kecuali satu orang ketua kelas Hisaeda (Ei Morisako) yang kebetulan saat itu sedang bertugas membersihkan kamar mandi. Hisaeda ini kelak akan dinikahi oleh Sersan Mochizuki dan ialah yang kelak memberi kesaksian membongkar rahasia besar itu saat kematian suaminya setelah puluhan tahun mereka membagi rahasia besar itu hanya berdua.

Sasabe sangat detil dalam menggambarkan peran tokoh-tokohnya. Ia tampak begitu bersemangat menggugah jiwa patriotisme bangsanya. Dari nyanyian kecil, semboyan Greater Glory Dainippon, sampai aksi harakiri patriotik yang terkenal itu. Saya terngiang dialog Koizumi kepada Jenderal Mac Arthur sebelum menembak kepalanya sendiri, kurang lebih begini: "Saat ini mungkin aku gagal menjalankan diplomasi ini. Tapi tunggulah suatu hari nanti produk-produk Jepang akan menguasai Amerika, akan menguasai dunia....!".

Dan sekarang coba anda lihat hari ini, lihat sekeliling anda. Mmmm.... terus terang saya agak merinding sekaligus iri dengan nenek moyang Bangsa yang satu ini.

Agak aneh memang, gebyar film yang diproduksi tahun 2011 ini tidak begitu terasa hingar-bingar. Bahkan di media-media online terkenal pun dingin-dingin saja. Saya gak tau itu karena alasan politis, pro-kontra penafsiran sejarah atau apa? Entahlah. Dan saya sama sekali tidak tertarik mencari jawabannya.

Yang jelas, saya pribadi cukup terkesan dengan film ini. Sampai-sampai saya sempat twit bahwa film ini membuat saya cukup lama untuk kembali ke permukaan.

Jangan ragu, selamat menonton....
Read more ...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

AddThis

follow