Jika tidak sedang menonton, anda pasti sedang ditonton. Sebab drama adalah anda, saya dan secuil ruang dunia yang sedang kita bagi ini....
23 Desember 2007

My First Love That Never End


Wanita indah itu…

Di mata kecilku, ia teramat cantik, lembut, anggun dan cerdas. Rambut hitamnya yang panjang terbalut senyum manis itu terasa begiiitu menyejukkan. It's true...!

Sejujurnya, semua itu memaksaku mengakui simbol kesetiaan yang tertanam dalam-dalam di pangkal lubuk hatinya. Dia begitu karena dia cerdas...

Lembut belaiannya belum pernah pudar meski harus tersakiti oleh kerasnya ego-ku. Kesetiaannya tidak sedikitpun terbelotkan oleh pengkhianatanku. Kesabarannya adalah kasih sayang tanpa pamrih yang cukup teruji. Karena ia wanita yang tahu betul bahwa cintanya adalah hati yang tak pernah mungkin tergadai oleh berapa metric-Ton pun emas murni.

Ada saat aku harus pergi sebagai lelaki yang musti menantang kerasnya dunia. Kutinggalkan dia dalam sepi jiwanya bahkan sempat kulupakan ia begitu saja, diantara hiruk-pikuk keinginan-keinginan dunia dan kendali kapitalisme yang mulai bernafsu menghambakanku.

Namun apa? Aku kembali dan mendapati jiwa dan cinta itu masih utuh, tulus. Sepasang mata itu tetap jernih menelanjangiku seperti dulu. Utuh, tanpa cacat...!

Ada malam ketika sepi membekukan ego ini. Ego yang sama, saat berpuluh tahun lalu teriak-tangisku membuatnya kelabakan ketika ia seharusnya nyaman dalam mimpi indahnya. Namun ia tetap lembut menghiburku, membelai jiwa ini dengan caranya yang tak akan pernah bisa ku lupakan sampai hari ini.

Sampai detik ini, di mana justru jiwa lelakiku lah yang bisa membuatku kembali menangis untuknya. Dalam sepi, sendiri…

Wanita indah itu....

Selamat malam Ibu... Apa kabarmu di sana?
Demi Allah aku saaangat merindukanmu, Aku saaangat menginginkan kebahagiakan untukmu, meski aku tidak pernah berani mengatakan akan membalas cinta terbaikmu. Karena aku tahu, aku tidak akan pernah sanggup untuk itu...

Bahkan begitupun sampai detik ini aku masih juga merepotkanmu dalam malam-malam Tahajjudmu. Engkau paham betul, aku tidak akan bisa melanjutkan langkah ini tanpa restu dan doamu.
Masih juga aku memohon, Ibu harus terus ada untukku. Please…

Ibu... dari titik terendah ego seorang laki-laki, harus jujur kukatakan bahwa You are my first love that never end...  dengan maupun tanpa HARI IBU….




Read more ...
20 Desember 2007

26 Desember Itu...


Dibalik Cerita
26 Desember 2004. Bangun tidur lalu nonton TV, kaget karena semua channel dipenuhi berita tentang terjadinya tsunami. "Ada apa..? Tsunami..! Di mana..?" tapi pertanyaan-pertanyaan akibat melek belum sempurna itu gak berlangsung lama. Saya segera paham telah terjadi bencana dahsyat di Aceh, gempa dan tsunami. Tapi....?

Merinding saya menyaksikan video kiriman yang diputar di sana. Percaya atau tidak, air mata saya benar-benar meleleh sebelum saya sadari sendiri. Hampir seharian saya duduk di depan TV mengikuti setiap perkembangan dengan isi kepala berkecamuk. Aceh, saya punya banyak sekali sahabat di sana. Bersamaan dengan itu, dari TV yang sama, lamat-lama saya mendengar lagu "Dari Sabang Sampai Merauke" diputar.

Tiba-tiba saya berpikir, entah gimana awalnya; "Apakah saudara-saudara di Papua sana sekarang juga nonton TV dan menangis sedih seperti saya ya...?" Mengingat, sahabat saya yang tinggal di sana pun nggak sedikit.

Nggak sabar menunggu jawaban, saya SMS beberapa teman di Papua tentang pertanyaan ganjil saya itu. Ada yang menjawab "Ya Iya laah...!". Yang lain membalas, "Hanya orang sakit jiwa kali, yang nggak ikut sedih...!"

Entah kenapa, tiba-tiba saya merasa seperti menemukan sesuatu yang baru dari Tuhan. Bahwa seandainya setiap orang di dunia ini menanggalkan segala atribut pribadinya seperti bendera, ras, suku, agama, club sepakbola, dan sebagainya, maka sesungguhnya seluruh manusia sudah dipersatukan oleh rasa, tanpa perlu kampanye apalagi maksa.

Dari situ, jadilah "DESEMBER'26" beberapa lembar screenplay yang kemudian kami produksi dengan perjuangan luar biasa untuk menjadikannya sebuah film. Harapan besar kami, semoga semua itu bermanfaat untuk dunia, untuk Indonesia, dari Sabang sampai Merauke...


Cerita
Dibalik
Mustahil mengeksekusi ide awal yang ada set
ting Papua. Titik. Yup! Emang dananya dari Hongkong...( kok, kenapa nggak Jakarta aja sih? Hehe..). Maka mengulik cerita harus dilakukan. Jadilah Jogja dan dinamika para mahasiswanya menjadi setting utama, dengan focus point pada mahasiswa asal Papua di sana. Anak muda dengan berbagai ciri jiwa mudanya menjadi pilihan kami untuk merangakai plot cerita menjadi lebih dinamis namun tetap natural.

Siang-malam selama tiga minggu kami habiskan untuk persiapan, casting, reading dan rehearsal. Kami lebur bersama lebih dari 80 orang pemain dari berbagai suku, ras, agama dan profesi termasuk kelompok-kelompok dancer yang luar biasa itu. Kerjasama yang sangat indah, menurut saya.

Besok pagi shooting, schedule sudah tersusun rapi. Tiba-tiba ada beberapa teman dari Papua yang datang sekitar jam 4 sore. Mereka sedikit mengkomplain beberapa bagian dalam content naskah. Mereka cukup terbuka, menurut saya. Kami pun berdiskusi berjam-jam. Cukup melelahkan tapi terasa asyik dan ilmiah. Finally, saya setuju untuk merubah beberapa point di dalam naskah itu sebelum shooting.

Lagi, malam itu saya berkutat dengan screenplay, membolak-balik cerita dan dialog. Belum lagi astrada yang juga kembali pusing harus bergumul lagi dengan shooting schedule yang otomatis jadi berubah total.

Sampai pagi, dan kami shooting sebelum tidur...

________________________

Judul : DESEMBER'26

Genre : Drama-tragedy-humanity
Production : Xcode & Zerosith
Writer & Director : Sigit Ariansyah

_______________________________
For more detail please visit
http://desember26film.blogspot.com


DESEMBER'26 TRAILER

Simply inspired by the Indonesian national song "Dari Sabang Sampai Merauke", It's a short film about union and humanity, smartly used Aceh Tsunami 2004 ago as the simple story background in a difference point of view from Papua students.

Read more ...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

AddThis

follow